BAB1
. PENDAHULUAN
Abstrak
Kesehatan mempengaruhi
segalanya diri sendiri fisik maupun psikis serta lingkungan sekitar, lingkungan
kerja yang baik menghasilkan sikap positif terhadap tubuh yang berefek pula
pada kinerja kita dalam bekerja. Banyak insisden kecelakaan disebabkan
kelalaian manusia dan kondisi lingkungan yang memang tidak mumpuni dalam hal
keselamatan,sikap acuh dan tidak peduli akan keselamatan menjadi momok bagi
dunia kerja perusahaan sering lebih mementingkan untung dan mengesampingkan kesejahteraan
dari pekerja,masyarakat sekitar dan lingkungan kerja dengan alasan mahal
pemeliharaan dan proses yang rumit tentunya banyak yang perlu dibenahi untuk
menerapkan sikap kerja,kondisi kerja yang sesuai dan menunjang dalam
keselamatan kerja. Dewasa ini sudah banyak dikampanyekan tentang keselamatan
dan kesehatan kerja salah satunya dengan aturan zerosicks, dalam bahasa zero
adalah nol sick adalah sakit ditinjau dari arti bahasa dapat disimpulkan dari
istilah zerosicks berarti meminimalisir dari kecelakaan kerja zerosicks pun
dapat diartikan sebagai singkatan dari haZard, Environtment, Risk, Observation / Opportunity / Occupational, Solution, Implementasi, Culture
/ Climate / Control, Knowledge / Knowhow, Standarisasi. Dengan sosialisasi
zerosicks yang semakin gencar diharapkan K3 tidak hanya digembor gemborkan
semata tapi aplikasinya no besar zerosicks sebagai senjata memerangi
ketidakadilan dalam bekerja semua pekerja berhak hidup layak,selamat dan
mendapat jaminan kesehatan secara utuh dari perusahaan dan pemerintah.
Kata kunci :
zerosicks,Keselamatan dan Kesehatan Kerja
A.
PENGERTIAN KESELAMATAN KESEHATAN KERJA
1.
Keselamatan
Keselamatan berasal dari bahasa Inggris yaitu kata ‘safety’ dan biasanya selalu
dikaitkan dengan keadaan terbebasnya seseorang dari peristiwa celaka (accident) atau
nyaris celaka (near-miss). Jadi
pada hakekatnya keselamatan sebagai suatu pendekatan keilmuan maupun sebagai suatu pendekatan praktis mempelajari faktor-faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya kecelakaan dan berupaya mengembangkan berbagai cara dan
pendekatan untuk memperkecil resiko terjadinya kecelakaan
definisi di atas dapat disimpulkan bahwa keselamatan adalah suatu usaha untuk mencegah terjadinya kecelakaan sehingga manusia dapat merasakan
kondisi yang aman atau selamat dari penderitaan, kerusakan atau kerugian terutama
untuk para pekerja konstruksi.
Agar
kondisi
ini tercapai
di tempat kerja maka diperlukan
adanya keselamatan kerja
2.Kesehatan
Kerja
faktor
keselamatan , hal penting
yang juga
harus diperhatikan oleh manusia pada umumnya dan para pekerja konstruksi khususnya adalah faktor kesehatan. Kesehatan berasal dari bahasa Inggris ‘health’, yang dewasa ini tidak hanya berarti terbebasnya seseorang dari penyakit, tetapi
pengertian
sehat mempunyai makna sehat secara fisik, mental dan juga sehat secara sosial. Dengan demikian pengertian sehat secara utuh menunjukkan pengertian sejahtera (well-being).
Menurut Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) tahun 1948
menyebutkan bahwa pengertian kesehatan adalah sebagai “suatu keadaan fisik, mental, dan
sosial kesejahteraan dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan”. Tahun 1986, WHO, dalam Piagam Ottawa untuk Promosi Kesehatan, mengatakan bahwa
pengertian kesehatan
adalah “sumber daya bagi kehidupan sehari-hari, bukan tujuan hidup.
Kesehatan adalah konsep positif menekankan sumber
daya sosial dan pribadi, serta
kemampuan fisik.
Undang- Undang No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
dan Undang –
Undang No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran bahwa kesehatan adalah keadaan
sejahtera dari badan, jiwa, sosial
dan mental yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Undang-Undang
Pokok Kesehatan RI No. 9 Tahun 1960,
BAB
I pasal 2,
Kesehatan kerja adalah suatu kondisi kesehatan yang bertujuan agar masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya,
baik jasmani, rohani, maupun sosial, dengan usaha pencegahan dan pengobatan
terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja maupun penyakit umum.
3.keselamatan dan kesehatan kerja
Kamus Besar Bahasa
Indonesia Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu kondisi kerja yang terbebas dari
ancaman bahaya yang mengganggu proses aktivitas dan mengakibatkan
terjadinya cedera, penyakit, kerusakan harta benda, serta
gangguan lingkungan
B. TUJUAN KESELAMATAN KERJA
undang
undan nomor 1 tahun 1970 tentang keselamatan dan kesehatan bahwa tujuan dari
keselamatan dan kesehatan kerja ialah:
a. setiap tenaga kerja berhak mendapat
perlindungan atas keselamatannya dalam
melakukan aktivitas untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi seta
produktivitas nasional.
b. setiap orang berhakberada ditempat kerja terjamin
pula keselamatannya
c. setiap sumber produksi perlu digunakan secara
aman dan efisien
d. berhubung dengan itu perlu dibina norma norma
perlindungan kerja
e. pembinaan norma norma itu perlu diwujudkan dalam
undang undang yang memuat ketentuan
–ketentuan tentang keselamatan kerja sesuai perkembangan
masyarakat,industrialisasi teknik dan teknologi.
C. PENYEBAB KECELAKAAN KERJA
Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : 03 /MEN/1998 tentang
Tata Cara Pelaporan
dan Pemeriksaan Kecelakaan bahwa yang dimaksud dengan kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki
dan tidak diduga semula yang
dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda.
Berikut penyebab dari kecelakaan kerja yang sering
terjadi

Tabel
1. Penyebab kecelakaan kerja
D. PENGERTIAN KAK DAN PAK
Kecelakaan akibat kerja adalah suatu kejadian yang
tidak diduga, tidak dikehendaki dan dapat menyebabkan kerugian baik jiwa maupun
harta benda (Rachman, 1990). Suma’mur (1989), kecelakaan
akibat kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan kerja pada perusahaan,
artinya bahwa kecelakaan kerja terjadi disebabkan oleh pekerjaan atau pada
waktu melaksanakan pekerjaan.
WHO Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang
spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, pada umumnya terdiri dari
satu agen penyebab, harus ada hubungan sebab akibat antara proses penyakit dan
hazard di tempat kerja. Faktor Lingkungan kerja sangat berpengaruh dan berperan
sebagai penyebab timbulnya Penyakit Akibat Kerja. Sebagai contoh antara lain
debu silika dan Silikosis, uap timah dan keracunan timah. Akan tetapi penyebab
terjadinya akibat kesalahan faktor manusia juga.
BAB
II. ZEROSICKS
A. PENGERTIAN ZEROSICKS
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
mempunyai tujuan untuk memperkecil atau menghilangkan potensi bahaya atau
resiko kerja yang mengakibatkan kesakitan, kecelakaan dan kerugian yang mungkin
terjadi. Pemahaman tentang K3 dapat menggunakan istilah “ZEROSICKS” yang berupa singkatan dari haZard, Environtment, Risk, Observation / Opportunity / Occupational, Solution,
Implementasi, Culture / Climate / Control, Knowledge / Knowhow, Standarisasi.
Hazard (potensi bahaya) merupakan sifat-sifat intrinsik dari
suatu zat, peralatan atau proses kerja yang dapat menyebabkan kerusakan atau
membahayakan sekitarnya. Potensi bahaya tersebut akan tetap menjadi bahaya
tanpa menimbulkan dampak atau berkembang menjadi kecelakaan (accident) apabila
tidak ada kontak (exposure) dengan manusia. Proses kontak antara potensi bahaya
dengan manusia dapat terjadi melalui beberapa cara, yaitu: manusia yang
menghapiri potensi bahaya, potensi bahaya yang menghampiri manusia melalui
proses alamiah, dan manusia dan potensi bahaya saling menghampiri.
Tabel 1. Tingkat Kemungkinan (Probability)
HIGH
|
Suatu kejadian yang terjadi berulang – ulang (setiap hari, setiap shift) dan
diidentifikasikan
sebagai sesuatu
yang dapat
menimbulkan
masalah. Kemungkinannya lebih dari 1 dalam 10 kejadian
|
MEDIUM
|
Suatu kejadian yang sering terjadi tetapi dengan kekerapan yang lebih
jarang (setiap bulan, kwartal) dan diidentifikasikan sebagai sesuatu yang
dapat menimbulkan masalah. Kemungkinannya 1 dalam 10 sampai dengan
1 sampai 1000 kejadian, kadang – kadang terjadi
|
LOW
|
Suatu
kejadian
yang sangat jarang
terjadi
(setiap
tahun
atau bahkan
kurang)
tetapi
tetap diidentifikasikan
sebagai
sesuatu
yang
dapat menimbulkan
masalah. Kemungkinannya
1 dalam lebih
dari 1000
kejadian.
|
Kecelakaan kerja pada proyek konstruksi berdampak ekonomis yang cukup
signifikan. Setiap kecelakaan
kerja dapat menimbulkan berbagai macam kerugian. Di samping dapat mengakibatkan
korban jiwa,
biaya-biaya
lainnya
biaya
pengobatan, kompensasi yang harus diberikan kepada pekerja, premi
asuransi, dan perbaikan fasilitas kerja. Biaya-biaya tidak langsung yang merupakan akibat
dari suatu kecelakaan kerja yaitu mencakup kerugian
waktu kerja (pemberhentian sementara), terganggunya kelancaran pekerjaan (penurunan
produktivitas), pengaruh
psikologis yang negatif pada pekerja, memburuknya reputasi perusahaan, denda dari pemerintah, serta kemungkinan berkurangnya
kesempatan usaha (kehilangan pelanggan
pengguna
jasa). Tingkat keparahan kecelakaan kerja dapat dilihat dalam tabel berikut
Tabel 2. Tingkat Keparahan (Hazard Effect)
VERY
HIGH
|
- Fatal banyak
- Kerusakan besar fasilitas > $5000.000
- Pencemaran lingkungan 1000-10.000 bbl cairan
|
HIGH
|
- Fatal tunggal
- Kerusakan besar fasilitas > $ 500000-$ 5000.000
- Pencemaran lingkungan 100 bbl cairan
|
MEDIUM
|
- Cacat permanen
- Kerusakan besar fasilitas > $ 100000
- $ 5000.000
- Pencemaran lingkungan 15 -100 bbl cairan
|
LOW
|
- Cedera ringan
- Kerusakan besar fasilitas > $ 10.000 - $ 100.000
- Pencemaran lingkungan 1-15 bbl cairan
|
VERY LOW
|
- Pertolangan pertama ringan
- Kerusakan besar fasilitas > $ 10.000
- Pencemaran lingkungan < 1 bbl cairan
|
b.
Environment
Environtment, mengenali kondisi
lingkungan sekitar (alam, udara, air, tanah) yang menimbulkan nilai ambang
batas (NAB).
Tabel 3. Nilai Ambang Batas
Iklim Kerja Indeks Suhu Basah Dan Bola
(ISBB) Yang Diperkenankan

Indeks Suhu Basah dan Bola untuk di luar ruangan dengan panas
radiasi:
ISBB = 0,7 Suhu basah alami + 0,2 Suhu bola + 0,1 Suhu
kering.
Indeks Suhu Basah dan Bola untuk di dalam atau di luar ruangan tanpa panas radiasi :
ISBB = 0,7 Suhu basah alami + 0,3 Suhu
bola.
Catatan :
- Beban kerja ringan
membutuhkan kalori sampai dengan 200 Kilo kalori/jam.
- Beban kerja sedang
membutuhkan kalori lebih dari 200 sampai
dengan kurang
dari 350 Kilo
kalori/jam.
- Beban kerja berat
membutuhkan kalori lebih dari 350 sampai dengan kurang dari
500 Kilo kalori/jam.
Tabel 4. Nilai Ambang Batas Kebisingan

Catatan :
Tidak
boleh terpapar lebih dari 140 dBA, walaupun sesaat
Peraturan Menteri
Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia
Nomor
Per.13/Men/X/2011
Tentang Nilai
Ambang Batas Faktor Fisika Dan Faktor Kimia Di Tempat Kerja
Penjelasan NAB Faktor
Kimia
1. Kegunaan NAB
NAB ini akan digunakan
sebagai (pedoman) rekomendasi pada praktek higene perusahaan dalam melakukan
penatalaksanaan lingkungan kerja sebagai upaya untuk mencegah dampaknya
terhadap kesehatan. Dengan demikian NAB antara lain dapat pula digunakan:
a. Sebagai kadar standar untuk perbandingan.
b. Sebagai
pedoman untuk perencanaan
proses produksi dan
perencanaan teknologi pengendalian bahaya-bahaya di lingkungan kerja
c. Menentukan
pengendalian bahan proses
produksi terhadap bahan
yang lebih beracun dengan bahan
yang sangat beracun.
d. Membantu
menentukan diagnosis gangguan
kesehatan, timbulnya penyakit- penyakit dan
hambatan-hambatan efisiensi kerja
akibat faktor kimiawi
dengan bantuan pemeriksaan biologik
2. Kategori
Karsinogenitas
Bahan-bahan kimia yang
bersifat karsinogen, dikategorikan sebagai berikut:
A-1 Terbukti karsinogen untuk manusia (Confirmed
Human Carcinogen). Bahan- bahan kimia
yang berefek karsinogen terhadap manusia, atas dasar bukti dari studi-studi epidemologi
atau bukti klinik
yang meyakinkan, dalam
pemaparanterhadap manusia yang terpajan.
A-2 Diperkirakan
karsinogen untuk manusia
(Suspected Human Carcinogen). Bahan kimia yang berefek
karsinogen terhadap binatang percobaan pada dosis tertentu, melalui jalan yang
ditempuh, pada lokasi-lokasi, dari tipe histologi atau melalui mekanisme yang
dianggap sesuai dengan pemaparan terhadap tenaga kerja terpajan.
Penelitian epidemologik yang
ada belum cukup
membuktikan meningkatnya risiko kanker pada manusia yang terpajan.
A-3 Karsinogen
terhadap binatang. Bahan-bahan
kimia yang bersifat
karsinogen pada binatang percobaan pada dosis relatif tinggi, pada jalan
yang ditempuh, lokasi, tipe histologik atau mekanisme yang kurang sesuai dengan
pemaparan terhadap tenaga kerja yang terpapar.
A-4
Tidak diklasifikasikan karsinogen terhadap
manusia. Tidak cukup
data untuk mengklasifikasikan bahan-bahan
ini bersifat karsinogen
terhadap manusia ataupun
binatang. A-5 Tidak diperkirakan
karsinogen terhadap manusia. Menimbulkan
gangguan reproduksi pada
wanita, seperti abortus
spontan, gangguan haid, infertilitas, prematur, kelainan kongenital,
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).
3. NAB Campuran
Apabila terdapat
lebih dari satu
bahan kimia berbahaya
yang bereaksi terhadap sistem atau
organ yang sama,
di suatu udara
lingkungan kerja, maka
kombinasi pengaruhnya perlu diperhatikan. Jika tidak dijelaskan lebih
lanjut, efeknya dianggap saling menambah. Dilampaui atau
tidaknya Nilai Ambang
Batas (NAB) campuran
dari bahan-bahan kimia tersebut,
dapat diketahui dengan
menghitung dari jumlah
perbandingan diantara kadar dan NAB masing-masing, dengan rumus-rumus
sebagai berikut:



Kalau jumlahnya
lebih dari 1
(satu), berarti Nilai
Ambang Batas Campuran dilampaui.
a.
Efek Saling Menambah
Keadaan umum
NAB campuran : C1
+ C2 + C3
+ ………. =
NAB(1) NAB(2) NAB(3)
Contoh 1 a: Udara
mengandung 400 bds Aseton (NAB-750 bds), 150 bds Butil asetat sekunder (NAB-200
bds) dan 100 bds Metil etil keton (NAB-200 bds). Kadar campuran =400 bds + 150
bds +
100 bds = 650 bds. Untuk mengetahui NAB campuran
dilampaui atau tidak, angka-angka tersebut dimasukkan ke dalam
rumus : 400
+ 150 +
100 = 0,53
+ 0,75 +
0,5 = 1,78 750 200
200
Dengan demikian kadar
bahan kimia campuran tersebut di atas telah melampaui NAB campuran, karena
hasil dari rumus lebih besar dari 1 (satu).
b.
Kasus Khusus
yang dimaksud dengan
kasus khusus yaitu sumber kontaminan adalah suatu zat cair dan komposisi
bahan-bahan kimia di udara dianggap sama dengan komposisi campuran diketahui
dalam % (persen)
berat, sedangkan NAB
campuran dinyatakan dalam milligram per meter kubik (mg/m3).
NAB Campuran =
fa +
fb + fc
+ fn
NAB
(a) NAB (b) NAB (c)
NAB (n)
Contoh 1 b: Zat cair mengandung :50 % heptan (NAB
400 bds atau 1640 mg/m3), 30 % Metil kloroform (NAB = 350 bds atau 1910 mg/m3),
20 % Perkloroetelin (NAB = 25 bds atau
170 mg/m3).
Komposisi campuran
adalah :
50 % atau (610) (0,5)
mg/m3 =
305 mg/m3 Heptan = 73 bds.
30 % atau (610) (0,3)
mg/m3 =
183 mg/m3 Metil kloroform = 33 bds.
20 % atau (610) (0,2)
mg/m3 =
122 mg/m3 Perkloroetilen = 18
bds.
NAB campuran : 73 +
33 + 18 = 124 bds atau 610 mg/m3
c. Berefek Sendiri-Sendiri
NAB campuran = C1
= 1; C2 =
1; C3 =
1 dan seterusnya
NAB (1) NAB (2) NAB (3)
Contoh 1 c:
Udara mengandung 0,15
mg/mg3 timbal (NAB = 0,15 mg/m3) dan 0,7 Mg/m3 asam sulfat (NAB = 1 mg/m3).
0,15 =
1 : 0,7 =
0,7
0,15 1
Dengan demikian NAB campuran belum dilampaui
d. NAB Untuk Campuran Debu-Debu Mineral
Untuk campuran debu-debu mineral yang secara
biologi bersifat aktif, dipakai rumus
seperti pada campuran di A.2. (kasus khusus).
c.
Risk (Resiko Kerja)
Risk, mengenali resiko kerja yang dapat menimbulkan
penyakit akibat kerja (PAK) dan kecelakaan akibat kerja (KAK), serta MSDS
(material safety data sheet).
Bahaya yang mempunyai
potensi dan kemungkinan menimbulkan dampak / kerugian, baik dampak kesehatan
maupun yang lainnya biasanya dihubungkan dengan resiko (risk).Berdasatkan pemahaman tersebut, maka resiko dapat
diartikan sebagai kemungkinan terjadinya suatu dampak / konsekuensi.
risk=probabilityxconsequences
Dampak / konsekuensi
hanya akan terjadi apabila ada bahaya dan kontak / exposure antara manusia dengan peralatan ataupun material yang
terlibat dalam suatu interaksi yang kita sebut sebagai pekerjaan / sistem
kerja. Dampak / konsekuensi dapat diartikan sebagai akibat dari terjadinya
kontak (exposure) antara bahaya
(hazard) dengan manusia.
Hubungan antara bahaya resiko dapat dirumuskan sebagai berikut:
risk=probabilityxexposurexhazard
Pengetahuan
tentang resiko diperlukan untuk mengetahui proses perkembangan bahaya menjadi
dampak / konsekuensi, sehingga kita dapat memotong rantai proses agar tidak
menjadi sebuah konsekuensi. Pengelolaan resiko yang terjadi di tempat kerja
merupakan salah satu metoda ataupun program yang perlu dilakukan untuk mencegah
terjadinya dampak.
1. Analisis Resiko
Analisis risiko merupakan proses yang
dilakukan untuk mengevaluasi ciri dan
distribusi risiko dan mengembangkan strategi
yang tepat untuk
menurunkan risiko. Menurut
Health and Safety
Risk Management Manual for
the Australian Coal
Mining Industry (2007),
ada tiga pendekatan
yang digunakan untuk melakukan
analisis risiko yaitu
pendekatan kualitatif, semi
kuantitatif dan kuantitatif. ,
ada beberapa metode yang digunakan dalam analisis risiko antara lain : Analisis
Risiko Awal (PRA = Preliminary Risk Analysis), Analisis Keselamatan Kerja (JSA
= Job Safety Analysis), Analisis cara dan Pengaruh Failure (FMEA = Failures
Modes and Effect Analysis), Study
Bencana dan Kemampuan Operasi (Hazop = Hazard & Operability), Metode What-If
terstruktur (SWIfT = Structured What-If Technique), Analisis Pohon Kesalahan
(FTA = Fault Tree Analysis), Analisis Pohon Kejadian (ETA = Event Tree
Analysis), Jaringan Bayesian (Bayesian Network).
1.1
Analisis Risiko Awal (PRA = Preliminary Risk Analysis); adalah analisis
yang digunakan untuk melakukan identifikasi risiko pada tahap awal kegiatan
yang membagi risiko menjadi beberapa elemen lalu
membaginya lagi ke
dalam sub-elemen. Analisis
risiko dilakukan terhadap sub-elemen tersebut. Biasanya metode
ini selalu dikombinasikan dengan metode analisis risiko yang lain,
1.2.
Analisis Keselamatan Kerja
(JSA = Job
Safety Analysis); adalah
analisis risiko kualitatif yang sederhana dan digunakan untuk
melakukan identifikasi yang terjadi di tempat kerja. Metode ini bersifat
checklist. Cara kerjanya metode ini hampir relative sama dengan PRA dengan
membagi risiko menjadi beberapa jenis pekerjaan dalam satu unit, lalu
membaginya kembali menjadi sub-pekerjaan. Analisis risiko
keselamatan kerja dilakukan
terhadap masing-masing sub
pekerjaan tersebut.
1.3.
Analisis Cara dan
Pengaruh Failure (FMEA
= Failures Modes
and Effect Analysis);
adalah metode analisis sederhana
untuk mengungkap kegagalan
(failure) yang mungkin
terjadi dan memprediksi pengaruh
failure pada sistem
secara keseluruhan. Metode
ini bersifat induktif dimana untuk
masing-masing komponen dari
sistem diselidiki kemungkinannya bila
terjadi failure. Secara detail, metode ini menyajikan analisis
sistematik terhadap komponen-komponen dalam sistem untuk mengidentifikasi semua
cara failure yang signifikan dan melihat pengaruhnya terhadap sistem. Saat ini
banyak industry yang
mensyaratkan metode ini
men jadi bagian
dari proses rancangan dan hasil analisisnya menjadi bagian dokumentasi
sistem. Untuk melihat tingkat kekritisan suatu risiko, maka metode ini
dikembangkan lagi menjadi analisis cara, pengaruh dan tingkat kekritisan
failure (FMECA = Failure Modes, Effect and Critically Analysis).
1.4.
Analisis Bencana dan
Kemampuan Operasi (HazOp
= Hazard &
Operability); adalah analisis risiko kualitatif
yang digunakan untuk
mengidentifikasi kelemahan dan
risiko dalam suatu fatalitas pengolahan
dan pemurnian. Metode
ini biasanya digunakan
dalam fase perencanaan. Pada awalnya
metode ini dkembangkan
untuk mengidentifikasi kelemahan &
risiko untuk fasilitas pengolahan
pabrik kimia, tetapi dapat juga digunakan untuk fasilitas sistem lainnya.
1.5.
Analisis What-If Terstruktur (SWIfT = Structured What-If Technique); adalah
analisis risiko yang hanya menggunakan
pertanyaan ‘Akobatnya bagaimana
jika? (what-if)’ yang dilakukan
secarasistematik guna mengidentifikasi deviasi yang terjadi pada suatu
proses/sistem.
1.6.
Analisis Pohon Kesalahan
(FTA = Fault
Tree Analysis); analisis
risiko ini pertama
kali dikembangkan oleh Bell
Telephone Laboratories (1962)
lalu dikembangkan lagi
oleh industry Boeing dan
sejak tahun 1970 metode ini
mulai banyak digunakan
secara luas oleh
berbagai industry. Konsep dari metode ini adalah sistem logic yang
menunjukan hubungan antara failure sistem, yakni kejadian spesifik yang tak
diinginkan. Kejadian yang tak diinginkan ini merupakan puncak dari beberapa
kejadian dan failure dari komponen yang berbeda merupakan kejadian dasar dari
beberapa kejadian. Kejadian dasar (basic event) seharusnya tidak semata-mata
diakibatkan oleh failure komponen,namun dapat juga oleh kesalahan manusia
(human errors) atau faktor eksternal seperti kondisi lingkungan yang ekstrim. Pohon
kesalahan terdiri dari simbol-simbol yang menunjukkan kejadian dasar dari
sistem dan hubungan antara kejadian ini dengan kondisi sistem. Simbol grafis
tersebut menunjukan hubungan yang disebut ‘gerbang logika’. Keluaran dari
gerbang logka ini ditentukan oleh
parameter masukan. Kejadian
puncak (top event)
merupakan titik awal
dari kegiatan konstruksi pohon
kegagalan. Langkah selanjutnya mengidentifikasi kejadian-kejadian failure yang mungkin menyebabkan
kejadian puncak. Metode
ini bersifat deduktif
(dari kejadian umum
ke spesifik), serta dilakukan
dengan berulangkali pertanyaan
dengan kalimat: ‘Bagaimana
hal ini dapat terjadi?’ atau ‘Apa
yang menjadi penyebab kejadian ini?’
1.7.
Analisis Pohon Kejadian
(ETA = Event
Tree Analysis); adalah
analiais risiko yang
digunakan untuk mempelajari dampak/konsekuensi dari suatu kejadian awal
dengan mengajukan pertanyaan dengan jawaban ‘Ya’ atau ‘Tidak’. Makin banyak
pertanyaan yang diajukan, maka akan semakin baik dalam
membuat urutan kejadian.
Namun seringkali dari
beberapa pertanyaan tersebut memiliki beberapa
kesamaan sehingga diperlukan
pengelompokan terlebih dahulu,
sebelum dilakukan analisis risiko. Pertanyaan cabang
dapat dibagi menjadi
dua kategori yaitu
berkaitan dengan fenomena
fisik seperti ledakan dak
kebakaran dan dengan kendala
sistem, seperti sistem
pemadam kebakaran. Metode ini
dapat juga secara serempak menggunakan keduanya dalam melakukan analisis. Untuk
penggunaan yang bersifat
pengurangan risiko, maka
kategori yang kedua
selalu digunakan. Langkah selanjutnya
dilakukan penyusunan matrik
dampak/konsekuensi yang menggambarkan konsekuensi yang muncul dari
masing-masing kejadian akhir atau kelompok kejadian akhir.
1.8.
Analisis Jaringan Bayesian
(Beyesian Network Analysis);
adalah analisis dengan
menggunakan metode faktor penyebab,
kejadian risiko (node/simpul)
dan tanda panah.
Tanda panah mengindikasikan ketergantungan yakni
hubungan penyebab risiko.
Masing-masing node/simpul dapat terjadi
dalam berbagai kondisi
dengan jumlah kondisi
yang ditentukan dengan
analisis risiko. Untuk mengitung
risiko secara kuantitatif,
digunakan tabulasi probabilitas
bersyarat (conditional probabilities tables).
2. Penilaian Risiko
Penilaian risiko merupakan tahap awal
dalam suatu perencanaan pengelolaan kecelakaan dan sangat penting untuk
selanjutnya digunakan dalam
menentukan langkah-langkah penanggulangan dan mengurangi timbulnya kerugian di masa
depan. Penilaian yang dilakukan harus dapat menjawab apa ancaman yang
dapat timbul dari
suatu kejadian; tingkat
keparahannya; pengaruh dari
kejadian; kerugian yang dapat timbul dan apa penyebabnya. Kegiatan penambangan
merupakan suatu rangkaian
kegiatan yang memiliki
risiko kecelakaan, kesehatan dan
juga lingkungan yang
dapat berdampak terhadap
pekerja tambang. Kondisi tidak aman
yang terjadi dalam
suatu aktifitas tambang
dapat menyebabkan cedera,
bahkan kematian, kerusakan
properti dan dapat menghambat produksi. Kecelakaan tambang sering terjadi baik
itu yang terjadi pada tambang
batubara maupun tamban
mineral. Terdapat beberapa
langkah dalam rangka melakukan penilaian resiko, sebagai
berikut:
-
Melakukan identifikasi bahaya 14
-
Menilai kemungkinan kerusakan/kerugian yang timbul dari bahaya tersebut,
-
Menilai tingkat keparahan dari kerusakan/kerugian yang disebabkan oleh
bahaya yang terjadi,
- Menggabungkan penilaian dari
kemungkinan dan keparahan untuk
mendapatkan penilaian dari risiko, dan
-
Gunakan hasil penilaian risiko tersebut untuk pengambilan keputusan.
Menurut
Health and Safety
Risk Management Manual
for the Australian
Coal Mining Industry (2007), ada
tiga pendekatan yang
digunakan untuk melakukan
penilaian risiko yaitu
pendekatan kualitatif, semi kuantitatif dan kuantitatif.
1.
Analisis Kualitatif; yaitu
analisis dimana penentuan
nilai dinyatakan secara
kualitatif dalam pernyataan, seperti
sangat tinggi, tinggi,
sedang dan rendah.
Penentuan nilai variable
tingkat keseringan dan tingkat
konsekuensi dinyatakan juga dalam
kategori kualitatif dengan mengacu pada data dan informasi yang
tersedia.
2.
Analisis semi-kuantitatif; adalah analisis dimana dilakukan perpduan
antara analisis kualitatif dan kuantitatif, dimana sifat kategorinya menyerupai
analisis kualitatif, sedangkan karakteristik nilai yang digunakan adalah nilai
numeric yang menyerupai analisis kuantitatif.
3.
Analisis Kuantitatif; adalah
metode penilaian risiko
yang menggunakan nilai
factual yang merepresentasikan secara
langsung nilai variable
yang diperoleh dari
data dan dokumen perusahaan secara langsung.), Risiko
ditetapkan berdasarkan hubungan
antara kemungkinan (likehood)
dari suatu kejadian
dan konsekuensi yang
disebabkan oleh kejadian
tersebut. Analisis risiko
merupakan suatu kegiatan sistematik dengan menggunakan informasi yang ada baik
data primer maupun sekunder untuk mengidentifikasi seberapa besar tingkat kerugian/dampak
(consequences) dan tingkat keseringan (likelihood)
satu kejadian yang
timbul. Dasar dari
analisis risiko adalah mengestimasi kombinasi
dari tingkat konsekuensi
dan tingkat keseringan
dari risiko yang
muncul. Penilaian tingkat risiko ini secara matematis dapat dirumuskan
sebagai berikut :
Risiko = Probabilitas (P) x Dampak (D)
Hubungan
tersebut digunakan baik
dalam metode analisis
risiko kualitatif maupun
metode analisis risiko kuantitatif.
Pada metode analisis
risiko kuantitatif, risiko
dihitung dengan perhitungan probabilistik dan penilaian risiko
mulai dari tinggi
ke rendah. Sedangkan
metode analisis risiko kualitatif merupakan
perhitungan dasar berdasarkan
peringkat (rangking) dari
tinggi ke rendah. Metode kualitatif menggunakan matriks
risiko seperti pada Tabel 5. Kategori kualitatif didefinisikan sebagai contoh
dari rendah hingga tinggi, atau dari tidak mungkin hingga mungkin.

3. Evaluasi Risiko
Evaluasi risiko
adalah proses pengambilan
keputusan terhadap risiko
yang menjadi prioritas dan penilaian terhadap
risiko yang dapat
diterima atau tingkatan
risikonya diturunkan. Nilai
risiko dan hasil analisis
dibandingkan dengan kriteria
atau standar level
rendah dan dapat
diterima, maka dilakukan
pemantauan dan tinjauan ulang secara periodik, sedangkan untuk risiko dengan
level lebih tinggi dilakukan tahap penanggulangan risiko.Tidak ada
kriteria pasti mengenai
risiko dalam industri
tambang. Konsep yang
digunakan oleh organisasi K3
di perusahaan tambang
merupakan pengembangan dari
berbagai industri lain
yang sudah menerapkan kriteria penilaian risiko yang sudah distandarkan.
Prinsip utama yang digunakan dalam
pengambilan keputusan pada
evaluasi risiko. Prinsip
tersebut adalah bahwa
resiko harus dturunkan sampai
level terendah yang
mungkin untuk dilakukan
(As Low As
Reasonably Practicable/ALARP) kriteria
resiko terdiri dari tiga tingkatan:
1. wilayah yang dapat ditolerir
Risiko telah
ditunjukkan dapat diabaikan, dan
sebanding dengan risiko
sehari-hari yang dapat diterima.
2. Tingkat
pertengahan
Hal tersebut
menunjukkan bahwa risiko
telah dikurangi sampai
level terendah yang
mungkin untuk dilakukan. Merupakan wilayah “ALARP”
3. Wilayah yang tidak dapat ditolerir
Risiko sudah
tidak dapat dibenarkan
atas dasar apapun.
Wilayah “ALARP” tetap
digunakan untuk memungkinkan fleksibilitas dalam pengambilan keputusan.

Observation / Opportunity / Occupational, mengamati tingkat
resiko bahaya, yang berdampaknya terhadap lingkungan, mesin peralatan maupun
manusia pekerja dengan menggunakan analisa 5W + 1H (what, where, when, who,
why, how).
Solution, mencari alternatif solusi SMART (specifics, measruable,
action, realistic, time)yang akan dilakukan setelah melakukan observasi.
f.
Implementasi
Implementasi, menerapkan secara KISSS (koordinasi, integrasi, sinkron,
sinergi, simpel).
Culture/Climate/Control, melakukan pembudayaan K3 di lingkungan kerja, kemudian
dilakukan kontrol, monitoring dan evaluasi secara berkala.
jenis
metodologi yang digunakan dalam melakukan kajian perilaku dan budaya
keselamatan dalam suatu organisasi dengan tujuan yang berbeda-beda.Kajian
perilaku dan budaya keselamatan dapat dilakukan untuk melihat pada tahap mana
perilaku dan budaya keselamatan suatu organisasi berada atau untuk melihat
hubungan antara tingkat kecelakaan dengan perilaku dan budaya keselamatan.Setiap organisasi selalu memiliki ciri-ciri atau
karakteristik sendiri-sendiri. melihat ciri dan karakteristik tersebut dapat
dilakukan dengan metode survey pada seluruh pegawai dan juga pada organisasi.
Data yang dinginkan dapat diperoleh melalui metode wawancara, kuesioner,
diskusi kelompok terfokus maupun dengan cara pengamatan. Tentunya setiap metode
yang ada mempunyai kelebihan dan keterbatasannya sendiri-sendiri. Data yang
diperoleh tentunya ada yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif dan
masing-masing membutuhkan cara analisis tersendiri untuk memperolah suatu
kesimpulan yang tepat. Pencarian data tersebut berupa:
v PenyebaranAngket(Questionare)
v
Wawancara
v
FokusGrupDiskusi(FGD)
v
Observasi
v
StudiKasus
v
AuditDokumendanCatatan
v
KJAnalysis(AffinityDiagram)
h.
Knowledge / Knowhow
Knowledge / Knowhow, melakukan pengembangan untuk
penelitian dan diklat sebagai tindakan lebih lanjut.
i.
Standarisasi
Standarisasi,
merupakan aturan perundangan yang mengatur tentang K3, seperti UU K3, keputusan
menteri, ISO, NIOSH, OHSAS, dsb.
1.
UndangUndang
a.UU No.1 tahun 1970 tentang
Kesehatan dan Keselamatan Kerja
b.UU No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan
c.Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
2.
KeputusanMenteri
a. Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor: Kep-51/Men/1999 Tentang Nilai
Ambang Batas Faktor Fisika di tempat kerja
b. Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor: Kep-187/Men/1999 Tentang
Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di tempat kerja
c. Keputusan Presiden Nomor 22 tahun 1993 tentang Penyakit yang timbul
Akibat hubungan Kerja
d. Keputusan Menteri
kesehatan Nomor 1217/Menkes/SK/IX/2001 tentang pedoman penanganan dampak radiasi
e. Keputusan Menteri kesehatan Nomor
315/Menkes/SK/III/2003 tentang komite kesehatan dan keselamatan kerja sektor
kesehatan
3.
PeraturanMenteri
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No:
PER.05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
4.
PeraturanPemerintah
Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun
1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
5.
SuratEdaran
Surat Edaran Dirjen Binawas
No.SE.05/BW/1997 tentang Penggunaan Alat Pelindung Diri
6.
NIOSH
7.
OHSAS18001&18002
8.
ISO18000
9.
ISO19000
10.
ISO9001&14001
B. TUJUAN ZEROSICKS
Zerosicks memiliki makna dalam mempengaruhi keselamatan dan
kesehatan konsep yang digunakan mencakup semua aspek yang dibutuhkan dalam
penanganan dan antispasi dalam kecelakaan kerja zerosick sendiri digunakan agar
terciptanya zero accident kecelakaan nol, untuk mencapai zero accident bukanlah
hal mudah proses tahap demi tahap yang dilakukan tidaklah sebentar butuh
bertahun tahun. Seperti kita ketahui kecelakaan kerja banyak terjadi oleh
faktor manusia sehingga dibutuhkan pendidikan dan pemahaman tentang keselamatan
dan kesehatan kerja prinsip dari zero accident ialah
a. prinsip nol
prinsip meniadakan
kecelakaan sampai ke angka nol artinya tidak ada lagi kecelakaan yang
disebabkan oleh berbagai hal dikarenakan kesiapan pihak pihak terkait untuk
meminimalisir kecelakaan. Setiap ancaman bahaya baik oleh manusia maupun
lingkungan sudah di antisipasi.
b . prinsip antisipasi
prinsip antisipasi ialah
prinsip pencegahan untuk meminimalisir kecelakaan berdasarkan analisis ahli
maupun pengalaman di masa lalu tentunya untuk tercapainya zero accident kenali
bahaya, kemudian pecahkan dengan metode
zerosicks
c. prinsip partisipasi
prinsip partisipasi ialah
ikut melaksanakan dan memecahkan masalah yang ada dengan semangat dan inisiatif
sendiri sesuai posisi dan tempat kerja masing masing.
C. Analisis ZEROSICKS
No. Alert Kejadian
|
|
BAGIAN
|
Analis
|
Lokasi
|
Bengkel Robotika
|
TGL/ Waktu Kejadian
|
9 Juni 2016/ 10.00 WIB
|
Uraian Kejadian :
![]() |
|||
Bahaya dan Resiko :
-
Sakit punggung
-
Pegal pegal
-
Sakit leher
-
Jangka lama osteoporosis
-
Mata minus
-
Mata kunang kunang
|
|||
Environment
(Lingkungan): Lingkungan yang kurang kondusif seharusnya ketika dosen pergi
meninggalkan kelas ada pola pengawasan terhadap mahasiswa untuk mengetahui
dan memonitoring mahasiswa dalam kelas hal ini mungkin bisa dilakukan dengan
CCTV akan tetapi pada lab robotika tidak terdapat CCTV
|
|||
Observasi Faktor Penyebab :
-
Faktor manusia, meliputi: ketidak tahuan,
kelalaian,kepedilian kurang
-
Faktor lingkungan, meliputi: ruangan yang sepi, ac
yang terlalu dingin, computer kurang tertata
-
Faktor manajemen, meliputi: manajemen bengkel yang
buruk satu teknisi memegang beberapa bengkel sehingga kurang optimal dalam pengawasan
Opportunity: pegal pegal
akibat duduk yang terlalu membungkuk, mata minus/rabun/ kunang kunang karena
mata terlalu dekat dengan layar.
Occupational:
-
kurang peduli dengan K3.
-
menggangap sepele K3
- Kurang pengawasan oelh pihak bengkel
Solution:
Sosialaisasi tentang kebutuhan kita terhadap
pemahaman masalah K3
Koordinasi antara pihak pihak terkait untuk
menyelenggarakan penerapan K3 seutuhnya
Pemberian reward an punishment kepada mahasiswa
praktik
Implementation:
-
Pemasangan Poster untuk sebagai panduan dan
mengingatkan akan kebutuhan K3
-
Pemberian pengetahuan singkat akan K3 sebelum
praktik dilaksanakan
Iklim dan budaya: untuk mengaplikasikan K3 sesuai
prosedur perlu adanya kesadaran dari semua pihak mahasiswa,dosen,teknisi
bengkel semua bersinergi untuk mengoptimalkan kebermanfaatan K3. Undang
undang pun sudah mengatur akan K3 melaksanakan K3 dengan baik dan benar
berarti sudah membantu melaksanakan program pemerintah.
Knowledge:
-
Ergonomik
-
5s Seiri, Seiton, Seiso, Seisutke Dan Shitsuke
-
Knowhow:
-
Praktik mematuhi prosedur
-
Ingat keselamatan tidak hanya untuk diri sendiri
tetapi sekitar
-
Pemakaian Alat pelindung diri sesuai tempat kerja
Standarisasi:
-
UU No.1 tahun 1970 tentang Kesehatan dan Keselamatan
Kerja
- UU No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan
- Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
- NIOSH
- OHSAS18001&18002
- ISO18000
- ISO19000
- ISO9001&14001
|
BAB
III. KESIMPULAN
A. Kesimpulan
1. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) mempunyai tujuan
untuk memperkecil atau menghilangkan potensi bahaya atau resiko kerja yang
mengakibatkan kesakitan, kecelakaan dan kerugian yang mungkin terjadi
2. “ZEROSICKS” yang berupa
singkatan dari haZard, Environtment, Risk, Observation
/ Opportunity / Occupational, Solution, Implementasi, Culture / Climate /
Control, Knowledge / Knowhow, Standarisasi
3. Hazard (potensi
bahaya) merupakan sifat-sifat intrinsik dari suatu zat, peralatan atau proses
kerja yang dapat menyebabkan kerusakan atau membahayakan sekitarnya
4. Environtment, mengenali kondisi
lingkungan sekitar (alam, udara, air, tanah) yang menimbulkan nilai ambang
batas (NAB).
5. Risk, mengenali resiko kerja yang dapat menimbulkan penyakit akibat
kerja (PAK) dan kecelakaan akibat kerja (KAK), serta MSDS (material safety data
sheet).
6. Observation /
Opportunity / Occupational, mengamati tingkat resiko bahaya, yang berdampaknya
terhadap lingkungan
7. Solution, mencari alternatif solusi SMART (specifics, measruable,
action, realistic, time)yang akan dilakukan setelah melakukan observasi
8. Implementasi, menerapkan secara KISSS (koordinasi, integrasi, sinkron,
sinergi, simpel).
9. Culture/Climate/Control,
melakukan pembudayaan K3 di lingkungan kerja, kemudian dilakukan kontrol,
monitoring dan evaluasi secara berkala
10. Knowledge / Knowhow,
melakukan pengembangan untuk penelitian dan diklat sebagai tindakan lebih lanjut.
11. Standarisasi,
merupakan aturan perundangan yang mengatur tentang K3, seperti UU K3, keputusan
menteri, ISO, NIOSH, OHSAS, dsb
Daftar Pustaka
Fahrudi
Budi,mardiyanto eko” penerapan K3 pada bengkel bangunan” tim k3 FT UNY:2014
Ir.
Soedirman.2011.”Higiene Perusahaan”. Justisia Teknika,Magelang
Ismara, K. Ima. 2014. “Sistem manajemen pendidikan
keselamatan dan kesehatan kerja”.
Health and
Safety Risk Management
Manual for the
Australian Coal Mining
Industry (2007)
Undang- Undang No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan Undang – Undang No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
Undang-Undang
Pokok Kesehatan RI No. 9 Tahun 1960,
BAB
I pasal 2
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan
Transmigrasi Nomor Per.13/Men/X/2011 Tahun 2011 TentangNilai Ambang Batas
Faktor Fisika Dan Faktor Kimia Di Tempat Kerja